Piala Thomas IV tahun 1958
Pertandingan dilakukan dalam dua hari yakni pada 14 Juni 1958 dan 15 Juni 1958. Setelah urutan pertandingan disusun, publik sepakat Malaysia akan mempertahankan gelar Piala Thomas-nya itu. Bahkan ditetapkan pula, semua pertandingan akan dipimpin wasit-wasit asal Malaysia, sedangkan hakim garis dan service Judge diisi pemain dan ofisial dari Denmark, Thailand dan Amerika Serikat.
Ketangguhan pebulu tangkis Malaysia, Eddy Chong, pun tak diragukan kembali sebagai juara All England empat kali berturut-turut (1954-1957). Namun para pebulu tangkis Indonesia yang terdiri dari Ferry Sonneville, Tan Joe Hok, Njoo Kiem Bie, Tan King Gwan dan Eddy Jusuf tak tinggal diam.
Saat itu Challenge Round merupakan pertandingan yang mempertemukan pemenang babak final dan juara bertahan Piala Thomas sebelumnya untuk berebut piala asal Inggris itu. Pilihan yang ada saat itu adalah apakah Malaysia berhasil mempertahankan gelar keempat kalinya atau Indonesia menjadi pemegang piala Thomas pertama kalinya. Kemenangan tim Indonesia dimulai sejak hari pertama, menekuk Malaysia dengan skor telak. Datang sebagai pemula, pulang dengan gelar juara.
Pertandingan Babal Final
Pertandingan babak final diselenggarakan di kota singapura pada tanggal 14 Juni 1958 dan 15 Juni 1958. Regu bulutangkis Indonesia melawan regu bulutangkis Malaysia, dengan skor : 6 - 3.
Pertandingan final hari pertama, tanggal 14 Juni 1958
Pertandingan final hari pertama, tanggal 14 Juni 1958
Pertandingan game pertama
Tunggal putra Indonesia
Ferry Sonneville berhasil mengalahkan lawan dengan dua set langsung
Eddy Choong tunggal putra Malaysia, juara All England 1954-1957 dengan poin, 15-12 dan 15-14. Skor : Indonesia - Malaysia 1 - 0.


Pertandingan game kedua
Tunggal putra Indonesia
Tan Joe Hock menang set kesatu setelah pertandingan dilakukan duece dan set kedua menang setelah bermain dengan alot penuh strategi, berhadapan dengan
Teh Kew San tunggal putra Malaysia, dengan poin, 18-14 dan 15-14. Skor : Indonesia - Malaysia 2 - 0.


Pertandingan game ketiga
Ganda putra Indonesia
Tan King Gwan / Njoo Kiem Bie, berhadapan dengan
Johnny Heah / Lim Say Hup. ganda putra Malaysia. Set pertama kalah mudah, set kedua menang mudah set ketiga menang setelah pertandingan dilakukan duece, dengan poin, 7-15, 15-5 dam 18-15. Skor : Indonesia - Malaysia 3 - 0.


Pertandingan game keempat
Ganda putra Indonesia
Tan Joe Hock / Ferry Sonneville kalah dari pasangan
Eddy Choong / Ooi Teik Hock ganda putra Malaysia, dengan poin, 15-18, 5-15. Skor : Indonesia - Malaysia 3 -1.


Pertandingan final hari kedua, tanggal 15 Juni 1958
Pertandingan game kelima
Tunggal putra Indonesia,
Eddy Yusuf berhasil mengalahkan
Abdullah Piruz tunggal putra Malaysia, setelah bertanding rubber set, dengan poin, 6-15, 15-10 dan 15-8. Skor : Indonesia - Malaysia 4 -1.


Pertandingan game keenam
Tunggal putra Indonesia,
Tan Joe Hock berhasil mengalahkan
Eddy Choong tunggal putra Malaysia diluar prediksi tunggal putra Indonesia dengan mudah lewat dua set langsung, dengan poin 15-11 dan 15-6. a. Skor : Indonesia - Malaysia 5 -1.


Pertandingan game ketujuh
Tunggal putra Indonesia,
Ferry Sonneville menang melawan
Teh Kew San tunggal putra Malaysia, setelah bermain dengan rubber set dengan poin, 13-15, 15-13, dan 18-16. Skor : Indonesia - Malaysia 6 -1.


Pertandingan game kedelapan
Ganda putra Indonesia
Tan King Gwan / Njoo Kiem Bie kalah melawan
Eddy Choong / Ooi Teik Hock ganda putra Malaysia, dengan poin, 15-18 dan 5-15. Skor : Indonesia - Malaysia 6 -2.


Pertandingan game kesembilan
Ganda putra Indonesia
Tan Joe Hock / Ferry Sonneville kalah mudah melawan
Johnny Heah / Lim Say Hup, ganda putra Malaysia, dengan poin, 1-15 dan 1-15. Skor : Indonesia - Malaysia 6 -3.


Kilas Balik
Ajang kejuaraan bulu tangkis internasional nomor beregu putra itulah yang meneguhkan Indonesia dalam peta bulu tangkis dunia. Keikutsertaan Indonesia pertama kali pada Piala Thomas 1958 membuat catatan dan rekor baru bulu tangkis global. Langsung mengerek merah putih dalam jajaran elite bulu tangkis dunia. Datang sebagai pemula, pulang dengan gelar juara.
Dalam kejuaraan tiga tahunan bulu tangkis dunia itu, tim bulu tangkis Indonesia merebut gelar juara dari tangan Malaya (sekarang Malaysia). Malaysia mengoleksi piala yang mengabadikan nama tokoh bulu tangkis Inggris dan mantan Presiden Internasional Badminton Federation (IBF-Sekarang BWF), Sir George Alan Thomas, sebanyak tiga kali. Bahkan sejak pertama kali kejuaraan itu dilangsungkan pada 1949, 1952, dan 1955.
Melihat capaian gelar Malaysia pada masa itu, tim bulu tangkis Indonesia memiliki banyak alasan untuk gentar dan pulang dengan kekalahan. Selain sebagai juara bertahan dengan gelar juara tiga kali berturut-turut, pemain-pemain Malaysia juga menjadi buah bibir dan menyapu banyak gelar kejuaraan bulu tangkis lainnya. Sebut saja seperti Eddy Chong, pemain Malaysia era 1950-an yang ditakuti dunia bulu tangkis masa itu. Sebagai pemain tunggal dia sudah meraih gelar juara tunggal putra All England sebanyak lima kali berturut-turut pada 1953, 1954, 1955,1956, 1957. Belum lagi pemain tim Thomas Malaysia 1958 lainnya seperti, Teh Kew San, pasangan ganda Johny Heah/Lim Say Hup, Ooi Teik Huk, dan Abdullah Piruz.
Dalam catatan Eko Djatmiko, Mimi Irawan, TD. Asmadi, dkk, lewat buku "Sejarah Bulutangkis Indonesia" yang diterbitkan Pengurus Besar PBSI dan Spirit Komunika, 2004, tim Piala Thomas Indonesia 1958 justru muncul dengan wajah-wajah baru di level internasional, kecuali Ferry Sonnevile yang saat itu berumur 27 tahun dan sudah mengikuti beberapa kejuaraan di Eropa.
Nama Ferry dalam kekuatan bulu tangkis dunia muncul sejak Malaya Open 1955. Tim Piala Thomas Indonesia masa itu terdiri dari Ferry Sonneville, Tan Joe Hok, pasangan ganda Tan Kin Gwan/Njoo Kim Bie, dan Eddy Jusuf.
Dengan capaian tim Thomas Malaysia saat itu, lumrah jika Indonesia diremehkan. Harus diakui capaian bulu tangkis Malaysia menjadi perhatian besar banyak negara. Malaysia pernah meraih Piala Thomas tiga kali berturut-turut dan menjadi juara dalam kejuaraan-kejuaraan lain. Secara tidak langsung Malaysia dianggap memindahkan kiblat bulu tangkis. Semula bermuara di Eropa dan pindah ke Asia, Asia Tenggara lebih tepatnya. "Kami sudah memilih tim yang kuat. Kita pasti menang. Saya sudah memesan empat botol sampanye, untuk perayaan kemenangan," kata Ketua Bulu Tangkis Malaysia, Heah Joo Seang seperti dikutip The Straits Times edisi 2 Juni 1958. Final Piala Thomas 1958 berlangsung di Singapore Badminton Hall--pada masa itu, Singapura masih menjadi bagian dari wilayah Malaysia. Pelaksanaan final berlangsung selama dua hari, yakni pada Sabtu-Minggu atau 14-15 Juni 1958.
Mengejutkan sejak awal
Kemunculan Indonesia sebagai kekuatan baru bulu tangkis dunia sebenarnya sudah terlihat sejak babak penyisihan (challenge round). Pelaksaan Piala Thomas 1958 menggunakan sistem zona wilayah. Sang juara bertahan (Malaysia), menunggu di final, para pemenang dari pertarungan juara-juara antar zona wilayah. Masing-masing pertandingan terdiri dari 9 sesi. Zona Asia diwakili Thailand, Eropa dengan wakil Denmark, Amerika diwakili Amerika Serikat, dan Indonesia sebagai juara dari zona Australasia. Dalam zona Australasia, Indonesia bersama Selandia Baru dan Australia. Dalam zona ini Indonesia berhasil mengalahkan Selandia Baru dengan skor telak 9-0. Kemenangan ini didapatkan dengan mudah pada 11-12 Oktober 1957 di Invercragill, South Island, Selandia Baru. Pertandingan permulaan ini, sekaligus lawatan tanding internasional pertama tim Piala Thomas Indonesia 1958, yang terdiri dari Ferry Sonneville, Tan Joe Hok, Eddy Jusuf, Lie Po Djian, Njoo Kiem Bie, dan Tan King Gwan.
Sepekan setelah mengalahkan Selandia Baru, pada 11-18 Oktober 1958, Indonesia melanjutkan kemenangan dengan melibas Australia di Melbourne. Dalam pertandingan ini tim Indonesia lagi-lagi menang dengan skor telak 9-0. Setelah melewati fase zona wilayah, Indonesia kemudian melawan juara zona Asia yang diwakili Thailand, salah satu kekuatan bulu tangkis di Asia. Indonesia sukses menaklukkan Thailand dengan skor 8-1. Indonesia masih terus menebar ancaman usai mengalahkan negeri Gajah Putih. Pada babak semi final, raksasa bulu tangkis Eropa, Denmark sudah menunggu Indonesia, setelah menuntaskan perlawanan Amerika Serikat. Menghadapi Denmark, Indonesia kembali memberi kejutan, menambah rentetan rekor tak terkalahkan dengan skor kemenangan 6-3 pada 5-6 Juni 1958, di Singapura, lokasi final Piala Thomas 1958.
Lawan pertama Indonesia pada Minggu 8 Juni 1958 di gedung Badminton Singapura adalah Denmark yang waktu itu diperkuat oleh Juara All England Erland Kops, serta pemain kelas dunia lainnya Finn Kobbero. Di depan 10 ribu pasang mata Ferry Sonneville tumbang di tangan tunggal kedua Denmark, Fin dengan dua set langsung 13-18 dan 7-15. Namun di tunggal kedua Tan Joe Hok menggulingkan Erland Kops dengan skor telak 15-8 dan 15-5. Padahal Tan Joe Hok sempat dijuluki cacing oleh pengamat setempat. Tan Joe Hok juga menggulingkan Finn dengan rubber set 1-15, 15-12 dan 15-10. Kalah di set pertama dengan telak ternyata tidak mematahkan semangat Tan Joe Hok. Di bagian ganda Joe Hok berpasangan dengan Lie Po Djian juga mampu menaklukan Niesel/Metl yang pada waktu itu adalah jago All England melalui pertarungan sengit 18-14, 13-15 dan 15-2. Ganda indonesia lainnya Njo Kiem Bie/Tan King Gwan juga menaklukan gandaDenmark Kobbero/Hansel 5-15, 15-11 dan 18-14. Secara keseluruhan Denmark takluk dengan skor 6-3. Penampilan konstan Joe Hok juga ditunjukkan ketika Indonesia berhadapan dengan Thailand. Joe Hok membuka pertandingan dengan mengalahkan Charoen Wathanasin 15-10 15-6, Ferry Souneville menundakan Thanee Khabadjai 15-5 dan 15-7. Di nomor ganda Tan joe Hok/Lie Po Djian mendpaat perlawanan dari ganda Thailand Charoen /Pride dan menang 7-15, 15-9 dan 15-10. Di ganda Indonesia lainnya Njo Kiem Bie/Tan King Gwan menang atas Kamol Sumisunish/Sunthern dengan skor 15-12, 8-15 dan 15-5. Indonesia unggul 4-0 di hari pertama dan 4-1 di hari kedua. Thailand remuk dengan skor 8-1 pada pertandingan 10 dan 12 Juni di Bandminton Hall Singapura.
Dalam catatan Eko Djatmiko, Mimi Irawan, TD. Asmadi, dkk, lewat buku "Sejarah Bulutangkis Indonesia" yang diterbitkan Pengurus Besar PBSI dan Spirit Komunika, 2004, Koran The Straits Times pada 7 Juni 1958 sempat mengunggulkan Denmark. Sejumlah nama besar ada di deretan pemainnya, seperti Erlans Klop, juara All England 1958-1967, kemudian Finn Kobero, JH Jansen, Palle Grundland, dan Ole Merz. Tan Joe Hok diibaratkan sebagai seorang manusia besi, seorang pemain yang memiliki persistency, accuracy, patience (ketekunan ketelitian dan kesabaran), dan dimata wartawan lain, Tan Joe Hok adalah unyelding, unrufflet, dan underfeated (pantang menyerah, tak terkoyakan dan tak terkalahkan). Seorang pemain dengan “poker face” yang bermain seperti manusia robot, satu-satunya sifat kemanusiaannya adalah mengusap-usap rambutnya yang pendek setiap mendapat poin. Nyoo Kiem Bie Tan King Gwan adalah kombinasi yang kuat, permainan defensifnya adalah “super” luar biasa baiknya, terlalu kokoh untuk lawan yang ingin menggempur dengan Smash-smahhnya.
Sumber tulisan : dihimpun dari berbagai sumber via internet
bersambung ke piala thomas 1961
Komentar
Posting Komentar